Thursday, 17 April 2014

Wednesday, 16 April 2014

Little Note of My Life Nowadays

Yo readers!
It has been a long time I do not post any latest info, gomen ne~ m(_ _)m

So recently started from last month and this month, I have been so busy with my mid-test, reading books and a little bit supporting my seniors in competition (but for this one, I don't think I help much, since I am a new freshman). Lately my room was so messy, I woke up early, went to campus, skipped my breakfast, had a king lunch, got back to campus, ran back to my boarding house, took a bath, went to campus again for PLDC. It sounds cool, doesn't it? Lols~

 
So let us rewind to last month! I guess I am pretty hopeless with my mid-test. Especially for Adat law and private law. The material was too difficult and perhaps I was not that good with it. Ah, let us say I was too lazy at that time. I also faced my boredom peak, not for PLDC but to all of my habit. In a week, I hanged out with my friends, I thought I was lonely, but it did not change anything. My friends and I were having a Suki party, but sadly I did not know why the taste was just so flat and plain. FOR ALL FOOD IN A WEEK. I was thinking hardly, what's wrong with me? I thought I was in frustating, the peak exactly, but I did not feel I was in under pressure, it felt like something was MISSING in my soul, something was GONE. And I found the answer, I lost my entity, I lost something called as FAMILY WARMNESS. Well, if you read some of my note when the first time I went to campus, I was pretty enjoying it, because I did not feel a home sick symptom, but here I was, I missed the way I used to be. When I could just sit down and eat together with Mom, Dad and Bro. It was not home sick, it was a loneliness to be truthfully spoken. 

So how did I manage it? After I passed my mid-test, I went to PLDC more often, went back boarding house in the dawn and the next day I came in the afternoon. At least, it cured some. Yeah, at least even I did not help my seniors so much, I guessed they managed to make me laugh and smiled, lols~ Thanks a lot for them!

Next story was my seniors' combat! So we went to another university for some debate competition. Sadly, we only managed to semi-final, the same achievement with last year. Well, in a  game, one should be a winner and one should be a loser. That was a big punch, you know why? I thought they might be the winner, at least second or the best should be the first. I meant, I watched them in the semi-final, and they were doing good. But again, my eyes were not Judges' eyes, probably the material or the method was not that good according to others views.

We hope, we really really hope next year will be brighter. I hope so much, and hopefully next year will be better. The next three days, I will have holidays, what should I do? May be I will start with tidying up my messy room. LOLS

That is for today little note, thanks for reading :3

Wednesday, 9 April 2014

Pengabdian

Gerak pelan yang hampir terhempas dinginnya udara
Tak membuat tubuhnya gentar melawan arah jalan
Rambutnya putih perak, matanya empat terpantul cahaya
Matanya besar seakan tak termakan zaman,
Tanda begitu luas pengetahuan yang ia anyam

Aku sudah tua, aku tidak muda sirat nafasnya
Suaranya sudah bergetar tapi jiwanya tiga puluhan
Siapa bilang itu penghalang untuk mengabdi  demi generasi?
Generasi-generasi muda yang harus ditempa supaya jeli
Supaya Negara ini bukan sarang orang tolol yang buta dan tak peduli

Sayang dia tak semuda empat puluh tahun lalu
Seandainya ia, mengajar pasti tak akan lagi duduk terbebani
Mungkin gesturnya selincah penari sampai-sampai semua terpanah
Semua juga tahu beliau adalah legenda milik tanah air
Yang adalah saksi hidup dari Pertiwi berdiri sampai kini

Kata-katanya bagai mutiara dan leluconnya selalu pasti
Ajaran-ajarannya mencakup semua rahasia-rahasia dunia
Berupa nafas-nafas keadilan dan tonggak kepastian bermoral
 Harapannya cukup satu, katanya Negara ini harus maju
Dan pengabdiannya akan selalu abadi dan menyertai kami semua


  
This entry was posted in

Thursday, 6 March 2014

Pengajaran Agama Interreligius Sebagai Solusi Persatuan di Atas Pluralisme

Pendahuluan
Indonesia adalah negara kesatuan dengan pluralisme masyarakat yang sangat beranekaragam, mulai dari suku, ras, agama, bahasa, budaya, adat dan lain sebagainya. Walaupun demikian, Indonesia telah dipersatukan dalam suatu bentuk Negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, hal ini dibuktikan dengan sila ketiga Pancasila yang berbunyi persatuan Indonesia serta sembohyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang mana hingga kini masih hidup dan sepatutnya mengakar dalam masyarakat
Namun baik fakta empiris sosiologis menunjukkan bahwa kesatuan masyarakat saat ini tidak seidealistis nilai-nilai filosofis Indonesia yang ada, sulit untuk tidak mengakui bahwa masyarakat Indonesia belum mampu membentuk kesatuan seperti yang diharapkan para founding fathers, bahkan masih banyak benturan konflik yang berlatarbelakang pluralisme. Salah satu bukti masyarakat belum mampu menciptakan nilai-nilai persatuan adalah sikap eksklusivme melalui ajaran monoreligius dalam sistem pendidikan. Misalnya sekolah-sekolah yang berlandaskan agama tertentu.
Padahal jika kita mengkaji kembali sejarah kelam penjajahan di Indonesia, para founding fathers dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang telah gugur telah berkorban besar demi kelangsungan kesatuan Indonesia. Kesatuan Indonesia adalah bentuk perjuangan sekaligus kesepakatan bahwa semua warga Negara Indonesia terlepas apapun latar belakangnya merupakan satu. “Satu” di sini bukan berarti harus dibentuk unifikasi dan satu paham yang rigid dan absolut yang wajib ditaati. Kesatuan yang telah disepakati Indonesia adalah harmonisasi dan toleransi antar sesama dalam kehidupan bernegara. Berbeda-beda tetapi tetap satu, makna dari Bhineka Tunggal Ika sesungguhnya menyimpan arti yang dalam walaupun diinterpretasi secara praktis. Singkat kata, Negara memperbolehkan tumbuh kembangnya aktivitas pluralisme selagi tidak bertentangan dan melanggar prinsip harmonisasi  masyarakat dan kesatuan negara.

Pembahasan
Membahas lebih dalam mengenai eksklusivme, ekslusivme adalah paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat yang berbeda. Salah satu contohnya, di Yogyakarta dan sejumlah kota-kota besar masih banyak ditemukan fenomena kos khusus Muslim, kompleks perumahan muslim, dan lain sebagainya. Fenomena ini membuktikan bahwa ada keengganan masyarakat untuk hidup di atas realitas pluralisme di bidang sosial agama.
Mengkaji akar dari fenomena di atas, pemahaman agama yang dianut seseorang memang sangat penting dalam membangun generasi yang bermoralitas dan bertaqwa. Namun tanpa kita sadari, bibit ekslusivme telah tertanam sejak seseorang menjadi peserta didik dari sekolah dasar hingga menengah ke atas, yang mana selama 12 tahun belajar lamanya. Buktinya dengan adanya eksistensi sekolah-sekolah berbasis agama tertentu atau menganut konsep monoreligius. Barulah memasuki lingkungan perkuliahan, pemahaman norma dan nilai-nilai pluralisme baru terasa, namun faktanya tidak semua mahasiswa bisa beradaptasi demikian. Akibatnya, masyarakat Indonesia cenderung mengalami lazy tolerance yaitu sikap apatis, sikap ogah-ogahan dalam memandang secara positif pluralisme yang ada di sekitar, sebab sejak masa pendidikan saja yang dipelajari hanya apa yang mereka anut, tidak melihat dari perspektif yang lain yang berujung pada sikap eksklusivme. Parahnya lagi sikap tersebut justru telah dibangun oleh lembaga pendidikan.
 Paham monoreligius yang dianut sekolah-sekolah di Indonesia sejak awal sesungguhnya sangat baik dan penting, namun cukup diberikan hingga sekolah dasar sebagai penanaman akar nilai-nilai religious, moralitas dan pembentukan iman. Sedangkan untuk selanjutnya, seharusnya sejak sekolah menengah pertama, yang mana tumbuh kembang dan wawasan siswa sudah semakin terbentuk jelas, dengan waktu yang tepat itulah siswa sepatutnya diberi pembekalan mengenai pengenalan pluralisme dan universalitas di lingkungan sekolah melalui pengajaran agama interreligius. Di samping itu, dialog antar agama terutama dengan target peserta didik juga berperan penting.
Dengan pengajaran agama interreligius, wawasan tentang agama siswa akan lebih menjadi luas. Siswa akan dituntun untuk mempelajari latar belakang terbentuknya agama di Indonesia dan nilai-nilai apa saja yang ada di dalamnya. Sedangkan melalui dialog agama, pemahaman kritis akan konsekuensi multireligius akan terpupuk sejak awal. Melalui dialog antar agama sesungguhnya siswa diajak untuk merefleksikan diri, apa saja nilai-nilai yang telah dianut selama ini, apa persamaan dan perbedaan yang dianut orang lain, bagaimana cara menghormati dan menghargai orang diluar agamanya serta bentuk perwujudannya secara konkrit. Siswa dituntut untuk mengetahui latar belakang setiap agama dan tidak meneropong dari satu perspektif saja, tetapi juga melalui perspektif orang lain. Siswa dibekali pembelajaran tentang agama lain, mengubah persepsi yang selama ini salah terhadap agama lain yang nantinya akan diwujudkan dengan sikap dan tindakan yang lebih menghargai sesama atau toleransi. Namun faktor terpenting yang tidak boleh terlupakan bahwa dialog antar agama yang baik tentunya harus disertai oleh ahli agama yang baik dan objektif pula.
Dari sini dapat ditarik sebuah garis besar bahwa dialog antar agama sebenarnya idak merubah pandangan seseorang terhadap agama yang dianutnya dan menyeret kepercayaan seseorang ke percayaan yang lain seperti apa yang ditakutkan masyarakat kebanyakan selama ini. Dialog antar agama justru mencerahkan pemahaman yang sudah dianut saat ini maupun mengenai agama lain. Rasa saling melengkapi dan memahami orang lain tentunya akan berujung pada nilai-nilai toleransi. Seseorang yang telah memahami bagaimana bertoleransi yang baik akan pula memahami nilai-nilai integritas yang kuat dalam diri dan lingkungannya. Selain itu, studi pengajaran interreligius juga merupakan suatu metode yang efektif membantu pembentukan norma bersama, artinya ketika dibentuk suatu aturan, nilai-nilai masing-masing agama bisa ditarik menjadi satu kesatuan yang telah disepakati dan masyarakat sudah tahu bagaimana cara melaksanakannya tanpa melanggar nilai dan norma orang lain. Perjumpaan antar agama yang rutin bisa pula menjadi kesempatan saling memperkaya dan bekerja sama mengoptimalkan potensi pribadi setiap pemeluknya dalam pergaulan di lingkungan masyarakat yang beranekaragam. Dengan demikian, tentunya yang menjadi fokus utama yang paling diharapkan adalah dengan terbentuknya persatuan dan kesatuan nasional sebagai Negara Indonesia tercapai.  
    
Kesimpulan
Pluralisme Indonesia sepatutnya tidak menjadi penghambat persatuan dan nasionalisme masyarakat. Pluralisme Indonesia harus disikapi sebagai anugerah bahwa dibalik keanekaragamannya tersimpan sejarah persamaan nasib dan kesepakatan perjuangan akan persatuan dan kesatuan dalam membentuk Indonesia. Melalui pengajaran agama interreligius diharapkan dapat menjadi solusi bagi konsep pendidikan monoreligius dan lazy tolerance bagi persatuan masyarakat serta toleransi antar agama sejak dini.
This entry was posted in

Monday, 3 March 2014

Kedudukan Dekrit di Indonesia

Di dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, dikenal adanya Dekrit Presiden. Sehubungan dengan hal itu, kapan serta hal-hal apakah yang melatarbelakangi terbitnya dekrit Presiden tersebut ? serta jelaskan secara teori ketatanegaraan kedudukan dekrit presiden tersebut!

Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa dekrit hanya dapat dikeluarkan dalam tiga keadaan. Pertama, negara dalam situasi perang di mana segalanya menjadi darurat dan diperbolehkan membuat peraturan yang melanggar hukum sebelumnya. Kedua, negara dalam kekacauan dan dekrit dikeluarkan untuk menghentikan kekacauan tersebut. Sedangkan kondisi terakhir yang memungkinkan dikeluarkannya dekrit adalah fungsi-fungsi kenegaraan dalam keadaan darurat. Dalam kondisi ini dapat dikeluarkan peraturan dalam bentuk Perpu untuk mengatasi keadaan ini. 
 
Dekrit menurut Prof.Yusril Ihza Mahendra tidak memliliki kedudukan dan dasar dalam konstitusi Indonesia, dari segi sosiologis maupun politis. Oleh sebab itu, Presiden diminta tidak mengeluarkan dekrit. Contoh konkretnya saja pada saat Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit untuk mempertahankan posisinya sebagai Presiden tidak direspon oleh MPR dan TNI apa lagi rakyat pada saat itu. Berbeda kondisi Dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit untuk menyelamatkan bangsa terkait kisruh cabinet dan kembalinya Indonesia kepada UUD 1945.

Wednesday, 26 February 2014

The Saddening eyes


She sits on the corner
With balck holes inside her eyes
There are storms and darkness
But nobody knows it hurts

People smile, people cheer
But in a second of closing eyes
They took what they want
And they pass, and they go
Like a shadow in senseless

She sleeps in the silence
Although it is a daylight today
Although it was a gloomy yesterday
 Even a crack will not awake her

She writes on the morning dew
But not even close to a word
She writes on the dust beside
but the wind always blows it up

The day will come again someday
When you reach to high and others are behind
They need and they come
They leave and they go away
They see, but they pass
They smile but to behind

They talk but on backstage
They stab but in front your eyes
No one could tell what it means
No one understand what it is for

The seats are always warmer in the alley
But it is cold when it is a corner
The colder is better, the colder is safer
That is how she looks everyday

It seems loney, it seems shadowy
No light, no warmness, nothing at all
And only one can tell how she feels
The writer of this poem you read today
This entry was posted in