Thursday 13 September 2012

Tiba Saatnya Dijemur Bagai Ikan Asin

Pembaca tahu gak nikmatnya ikan asin? Siapa sih yang gak tahu ikan asin, baunya emang  agak nyengat, rasanya tapi sensasional bagi orang Indo pada umumnya. Tapi sekarang Penulis bukan sedang membahas makanan loh. Ceritanya berawal dari gini, dulu Aku sering banget lihat teman-teman kelas lain dijemur guru, sudah seperti ikan asin deh. Hari pertama melihat peristiwa itu, waktu Aku masih duduk di kelas X. Waktu itu lagi ulangan matematika, tiba-tiba dengar suara bentakkan guru yang ngomel-ngomel gak jelas. Ternyata salah satu kelas bolos pelajaran Akuntansi, alasannya ya bervariasi, tapi salut sama mereka yang kompak, solidaritasnya keren menurutku. 

Dulu Aku juga pernah berpikir kapan giliranku dijemur guru, ah mungkin gak akan pernah, soalnya aku terlalu alim, gak niat bolos apa lagi bikin perkara. Yang namanya berurusan guru ya pasti kita malu sendiri, entar sukses gak sukses pasti diungkit-ungkit pikirku. Jadinya ya suka ngelihatin orang lain aja yang dijemur.

Hari ini emang ada sesuatu yang beda. Beda dan super tolol untuk sebuah alasan Aku dijemur. Dijemurnya pas dekat-dekat kelas XII begini lagi. Awal ceritanya sih sepele, siang itu terik banget, pelajaran olahraga, biasa deh habis ambil nilai voli. Setelah itu semua pada kabur ke kantin buat makan dan kerja PR. Kerja PR koq pas istirahat? Agh, sudah biasa, semua sudah pintar, bentar juga nyatet co-paste selesai, hahahaahaa~
Ceritanya sih ada PR matematika, ada satu nomor yang emang agak susah, habisnya jawabannya akar-akar sih, sawan ngitungnya. Akhirnya berkerumun deh semua buat cari jawaban, termasuk Aku. Salah satu temanku itu gak beres orangnya. Gak beres karena suka berantakkan. Habis pakek barang simpan sembarang, ujung-ujungnya dipungut orang, atau hilang. Waktu itu bel belum bunyi, jadi semua pada kerja PR dan ada yang ganti baju seragam. Tiba-tiba semua sepi, ya Aku panik sendiri soalnya tinggal Aku yang belum ganti baju. Yah lari deh Aku buat ke kamar ganti. Pas balik, ketemu Bu Kantin, dengan nada sawan dia bilang gini, "Itu barang siapa? Diambil lah, jangan taruh sini!". 

Ada penggaris, ada pen, ada penghapus, ada kertas, ada kotak pensil, terpisah-pisah pokoknya. Bercecer di satu meja dan meja lain. Salah satu temenku pungut barang-barang itu, dan Aku masih ingat ada penggaris warnanya pink. Pink tua yang agak norak gitu. "Pasti punya si *****!", kata temenku. Ya kami ragu sih, soalnya orangnya gak ada, tapi tersisa tasnya di atas salah satu meja. "Sudah, kita pergi aja", kata temanku yang satu-satunya cowok di situ. "Tungguin jak lah", jawab temanku yang lain dengan maksud menanyakan barang-barang itu milik dia apa bukan, ya kalo bukan ya ditinggal aja gitu kan. 4-5 menit mungkin kami duduk, main bodoh lagi. Kami main pura-pura jadi hakim, jaksa, tersangka, korban dan saksi mata. Gak sadar bel ternyata sudah bunyi, bodohnya.

Tap..tap..tap.. Suaranya kayak raksasa, raksasa berlari. Ternyata si ***** datang, belum sempat kami menanyakan barangnya, dia merampas semua yang di atas meja dan dimasukkan ke dalam tas. Salah satu temanku dengan nada tinggi bilang gini ", Oii *****!! Kamu tuh iaa, sudah ditungguin lelet banget!!". Dia gak jawab, cuma beres-beres barang dan jalan dengan santai ke depan. 

Ya sudahlah pikirku, setidaknya sudah ditunggu. Aku kemudian berjalan paling depan dan rasanya pengen lari ke kelas tapi dari kejauhan terlihat pak guru sudah masuk ke kelas, terlihat tubuh-tubuh manikin teman-teman berdiri memberi hormat dan salam, mereka duduk, tubuhnya sudah tak terlihat, tiba-tiba berdiri lagi mungkin karena tidak serentak jadi disuruh ulang pikirku. 

"Oii, Bapak uda masuk kelas daa, mampus la kita!", kataku sambil berlari. Semua berjalan cepat, tapi si ***** malah melambat, cih tanpa pikir panjang saya gak peduli lagi deh, pokoknya lari. Terlihat guru kelas sebelah dari jauh, wajahnya melotot, kayak pengen ngomel tapi tak kesampaian, maklum, si Ibu tuw wakil kepsek. Lengkap sudah sikon yang kami terima.

Tok..tok..tok.. Aku mengetuk pintu, pengen minta maaf tapi disodorkan pertanyaan duluan. "Kalian darii mana? Kenapa terlambat?", tanya Bapak. "Kami tungguin si *****, pak", jawab kami serentak. "Ngapain tungguin orang lain, kamu yang cowok, ngapain juga? Tungguin si *****?", tanya Bapak lagi, wajahnya sudah mulai serius. "Hmm iaa, Pak", jawab temenku yang kasihan karena terpojok oleh gender. Tiba-tiba salah satu temenku dengan tangan menunjuk ke atas sambil berkata, "ini kan setia kawan, Pak!!".

Wahai pembaca..., kalian bisa tebak deh apa kelanjutan dari cerita ini. Sudah pasti diusir keluar. Walau pada saat itu Aku sempat mencegat temanku yang bilang setia kawan, apa daya kata-kata sudah terkucur keluar, nasi sudah menjadi bubur, dan kami bagai ikan asin di atas terik matahari. Parahnya ada niat wakil kepsek sebelah buat motret kami dijemur. Aiisssh~ Malu dong!!!! 

Mulailah teman-teman pada berdiri, sebagian terlalu nganggap serius, mungkin dikirain kami bakal diberi hukuman super berat. Ada yang mungkin dalam hati bilang "rasain lo!", atau "anak olimpiade ternyata bisa dijemur juga ya" atau "anak-anak juara umum dijemur, wahaahahahaaa~", atau "wah mereka dijemur, jangan-jangan habis ini gak boleh ikut pelajaran", atau blaa..blaa..blaa..blaa.., dll. 

Salah satu temanku risih, akhirnya diam-diam kami pindah ke tempat yang lebih rindang. Aku masih sempat-sempatnya ngeluarin jaket, biar gak item gitu, jujur kulitku susah banget putihnya, hitamnya cepat. Tiba-tiba Bapak keluar, wajahnya super serius, yah pasti diomelin deh. Tapi ternyata Bapak menasehati kami, ya ngajarin kami buat rendah hati, jangan karena kami petinggi kelas, jadinya kami seenaknya, terus musti mandiri, jangan main nunggu-nunggu orang lain, lalu apa lagi ya? Aku juga lupa, maaf Pak hahahaaha~ Oh iyaa!! Jangan jadiin orang cover atas perbuatan kami yang emang salah, tapi karena kami emang harusnya gak telat, gara-gara benar-benar nungguin *****, yah jadinya saya suka lupa bagian nasehat itu. Terus yang paling kena tuw temanku yang ceplas ceplos, ya diomelin buat gak ngomong sembarangan dan tidak pada sikonnya.

Yah gitu deh kisahku, akhirnya dijemur juga. Ada sedikit bangga sih, malunya lebih banyak. Bangganya setidaknya Aku merasakan apa yang orang lain rasakan ketika dihukum jemur. Lain kali Aku gak mau nungguin ***** lagi.Ini mah jemur karena kesalahan konyol.

Senang berbagi cerita dengan kalian.

Enjoy your lives :)

0 comments:

Post a Comment

Your comment is our priority to be better, thanks for the support :)

Komentar Anda adalah prioritas utama kami untuk menjadi lebih baik, terimakasih atas partisipasinya :)